Pemaduan Penanggulangan Bencana dalam Program Pembangunan di Propinsi DIY

Pemaduan Penanggulangan Bencana Dalam Program Pembangunan di Propinsi DIY

Dipaparkan dalam Kesempatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Propinsi DIY
Yogyakarta, 23 April 2007

oleh Dr. Puji Pujiono, MSW
Pakar Kebijakan dan Perundang-Undangan Tentang Pengurangan Risiko Bencana UNDP
dan Anggota Tim Ahli Panitia Khusus RUU Penanggulangan Bencana DPR-RI.
Tulisan ini adalah pandangan pribadi dan tidak mewakili UNDP ataupun DPR RI


Yang kami hormati:
Bapak Gubernur Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta serta para Bupati dan Walikota
Bapak Kepala Dewan Perwakilan Rakyat Propinsi
Ibu / Bapak Kepala Dinas, lembaga, Instansi serta angkatan bersenjata
Ibu Bapak Perwakilan Lembaga-lembaga Non Pemeritntah
Para Peserta Musyawarah Perencanaan Pembangunan Propinsi

Assalaamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh, dan sejahtera bagi kita semua.

Sungguh merupakan suatu kebahagiaan dan kehormatan bagi saya untuk berdiri dihadapan Ibu/Bapak sekalian di sidang yang terhormat ini di Yogyakarta lagi sesudah, tahun lalu, menjadi Koordinator Operasi Perserikatan Bangsa-Bangsa merespon peristiwa Gempa DIY-Jawatengah.

Pertama, Musyawarah Perencanaan Pembangunan yang akan menghasilkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan pada gilirannya APBD 2008, adalah suatu kesempatan yang menentukan arah kedepan kehidupan masyarakat propinsi DIY.

Kedua, karena apa yang akan saya sampaikan mungkin akan berdampak positif terhadap kehidupan berjuta-juta warga propinsi DIY terutama dalam konteks bangkitnya kembali dari dampak bencana gempa raksasa tahun lalu, bukan hanya setataran sebelum bencana, melainkan lebih baik dan lebih cepat.

Para hadirin yang saya hormati, hari ini saya datang ke Propinsi Yogyakarta dengan satu pesan singkat: “Semua kondisi sudah kondusif, maka padukanlah penanggulangan bencana kedalam program pembangunan

Kalau ini dilaksanakan, maka penanggulangan bencana akan dicantumkan dengan jelas, lengkap dan runtut dalam RKPD dan, pada gilirannya, APBD Propinsi. Dampaknya a.l.:
1. DIY menjadi PROPINSI PERTAMA yang memadukan PB dalam pembangunan;
2. DIY yang menunjukkan keberhasilan untuk secara efektif menggunakan momentum pemulihan dari dampak gempa tahun lalu, dan pada akhirnya
3. DIY menjadi lebih sadar, siap, mampu menangani, dan pulih dari dampak bencana-bencana masa depan.

Para peserta Musrenbang yang saya hormati,

Pesan singkat saya tadi dilandasi oleh beberapa latarbelakang, alasan dan tujuan yyang akan saya uraikan dalam paparan ini.

Alasan pertama sangatlah nyata, yaitu bahwa Propinsi DIY memang rawan bencana dan oleh karenanya patut melakukan upaya-upaya penanggulangan yang ridak lagi konvensional dalam kerangka pembangunan dan pemerintahannya.

Kenyataan bahwa Propinsi DIY rawan bencana. Betapa masih terbayang-bayang dalam ingatan kita bagaimana propinsi ini dihantam bencana gunungapi dari Utara, kemudian digoncang gempa dan diancam tsunami dari selatan, didera puting beliung dari atas, sementara bencana transportasipun tidak mau kalah menimbulkan dampak yang mengerikan. Disamping itu masih pula ada ancaman tanah rekah, tanah longsor, dan beberapa ancaman bencana karena perubahan iklim yang ekstrim. Tidak ada satupun diantara kita yang dapat dengan jumawa menyatakan bahwa bencana tidak akan terjadi lagi. Kita sudah sampai pada titik pengakuan bahwa bencana bagi Yogyakarta bukan lagi masalah KALAU melainkan KAPAN.

Disisi yang lain, masyarakat Propinsi DIY juga masih merupakan suatu masyarakat yang sedang membangun, masih bergulat dengan kesenjangan sosial ekonomi dan bahkan kemiskinan, bervariasinya tingkat pendidikan dan sebagainya. Sehingga peristiwa ekstrim yang terjadi di propinsi Yogyakarta cenderung menimbulkan dampak yang sangat merugikan terhadap kehidupan masyarakat dan pemerintah.

Dilain pihak, ada pengakuan bahwa Pemerintah Propinsi telah melaksanakan penanganan dampak dan pemulihan dari bencana multidimensional tahun lalu. Kita melihat bahwa sebagian besar dari prestasi tersebut dimotori oleh innovasi, kreativitas dan keuletan dari kepemimpinan dan para pejabat daerah, karakteristik masyarakat Yogya yang resilien, dan dukungan baik nasional dan internasional. Kualitas-kualitas inilah yang menjadi lebih menjadi penentu keberhasilan, dan bukannya karena adanya suatu sistem penanggulangan bencana yang baik dan tertata.

Para hadirin peserta Musrenbang yang saya hormati,

Alasan berikutnya untuk memadukan penanggulangan bencana dalam pembangunan adalah tersedianya kesempatan strategis dalam suasana pemulihan damapak gempa untuk melakukan perubahan-perubahan mendasar dalam sistem pananggulanan bencana.

Pertama, bencana gempa di Yogyakarta dan sekitarnya menarik begitu banyak perhatian lokal, nasional, dan internasional, baik berupa bantuan materi, dana, tenaga, dan pemikiran. Bersama dengan itu masuk pula berbagai ilmu dan kiat-kiat penanganan emergensi. Pada sisi yang lain, masyarakat dan pemerintah DIY juga mengalami pembelajaran yang luar biasa luas dan cepatnya.
Semua persoalan yang mendesak diatasi dengan kiat-kiat yang tidak kalah cepat walaupun kadangkala kurang tepat. Sudah seyogyanyalah bahwa semua pembelajaran itu diabadikan dalam suatu kerangka yang dapat memperbaiki cara kita hidup dengan kenyataan bencana. Pada intinya bagaimana menggunakan pengalaman ini untuk mencegah atau setidaknya mengurangi kekalutan pada masa yang akan datang.

Kedua, secara filosofis pemulihan terhadap dampak bencana tidak sekedar mengembalikan masyarakat dan pemerintahan pada tataran pencapaian sebelum bencana. Kalau ini yang terjadi maka sebenarnya kita justru membangun kembali kerentanan masyarakat terhadap bencana. Lebih menyedihkan lagi, apabila kita melakukan kesalahan pada tahun pertama pada fase pemulihan ini, maka bukan tidak mungkin masyarakat DIY justru semakin rentan terhadap bencana-bencana masa depan. Sudah selayaknya bahwa pada tahun ini kita melakukan investasi besar-besaran terhadap penanggulangan bencana dalam kerangka pembangunan. Ini kita lakukan dengan harapan bahwa masyarakat kita dapat lulus dari ujian bencana dan menjadi suatu masyarakat yang lebih berketahanan terhadap bencana.

Ketiga, secara kejiwaan masyarakat dan pemerintah masih dalam keadaan belum stabil dan masih memulihkan diri dari dampak bencana yang lalu. Oleh karenanya kita semua baik secar apsikis maupun sosial-politis lebih mudah mengakomodasi perubahan-perubahan kearah penguatan sistem penanggulyangan bencana bahkan yang menyangkut argumen-argumen dasar sekalipun.

Keempat, secara moral pemerintah sudah selayaknya membuat perubahan-perubahan mendasar demi melindungi rakyatnya dari bencana. Kalau tidak, masyarakat akan menilai betapa pemerintah gagal untuk memperbaiki diri, berhijrah, melakukan ruwatan, atau apapun istilahnya, walaupun sudah jatuh beribu-ribu jiwa, ratusan ribu rumah dan tak terhingga hartabenda sebagai tumbal.

Kelima, sesuai dengan komitmen pemerintah pusat dan daerah, speerti tertuang dalam Rencana Aksi Nasional Rehabilitasi dan Rekonstruksi Dampak Gempa DIY dan Jawa Tengah, pemerintah bertekad untuk memperbaiki pula sistem mitigasi bencana di daerah terkena bencana ini. Bab VI dari rencana aksi nasional ini mencantumkan bahwa akan dilaksanakan suatu penataan ruang,
penyediaan prasarana dan sarana, serta pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi ancaman bencana gunungapi, gempabumi, tsunami, longsor, banjir, kekeringan, wabah.

Disamping itu, mitigasi akan disusun sebagai bagian dari pembangunan jangka panjang maupun jangka menengah yang dijabarkan ke dalam rencana aksi tahunan sektor dan daerah dengan bidang-bidang utama sebagai berikut:
1. Bidang perencanaan fisik (kaji risiko, tataruang)
2. Bidang rekayasa dan konstruksi (peringatan dini, penyediaan prasarana & sarana, penataan ruang berbasis PRB)
3. Bidang ekonomi (kaji kerentanan, penguatan sistem ekonomi)
4. Bidang kelembagaan dan manajemen (koordinasi riset, perbaikan instrumen kebijakan antar sektor/daerah, penataan kelembagaan),
5. Bidang pemberdayaan masyarakat (manajemen informasi, pemberdayaan masyarakat, pelatihan dan penelitian)

Tahun 2008 sebagai tahun pertama penyusunan rencana pembangunan menyusul kejadian gempa raksasa ini, maka sudah selayaknyalah bahwa sasaran yyang tercantum dalam rencana aksi nasional ini juga menjadikan periksa dan pertimbangan.

Para hadirin peserta Musrenbang yang saya hormati,

Pada kesempatan peluncuran Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Bencana oleh Bappenas/BAKORNAS B/UNDP beberapa waktu lalu, saya menyatakan bahwa Indonesia sedang mengalami suatu kejadian yang luar biasa. Kejadian yang saya maksudkan disatu sisi adalah disahkannya Undang-Undang Penanggulangan Bencana; dan pada sisi yang lain dilucurkannya Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Bencana. Kejadian ini adalah luar biasa karena bersama – sama kedua peristiwa ini sungguh merubah arena penanggulangan bencana di Indonesia.

Penanggulangan bencana di Indonesia sekarang ini dimaknai dengan sangat berbeda ketimbang dua tahun lalu, yaitu:
1. Penanggulangan bencana tidak lagi menekankan pada aspek tanggap darurat saja, tetapi menekankan pada keseluruhan bidang kerka manajemen risiko bencana.
2. Perlindungan masyarakat dari ancaman bencana oleh pemerintah merupakan wujud dari perlindungan sebagai hak asasi rakyat, dan bukan semata-mata karena kewajiban pemerintah.
3. Seiring dengan demokratisas dan kebijakan otonomi daerah, penanggulangan bencana juga lebih menjadi tanggungjawab pemerintah daerah dan masyarakatnya.
4. Penanggulangan bencana bukan lagi semata-mata tanggungjawab pemerintah tetapi juga menjadi urusan bersama masyarakat.

Perubahan paradigma ini dengan jelas menjiwai perumusan kebijakan-kebijakan dasar penanggulangan bencana di Indonesia.

Para hadirin peserta Musrenbang yang saya hormati,

Kebijakan pertama adalah Rancangan Undang-Undang tentang Penanggulangan Bencana yang pada akhirnya disahkan dalam sidang Pleno pada tanggal 29 Maret yang baru lalu. Pembahasan RUU ini sebagai inisiatif DPR-RI mengalami naik turun dan tarik ulur yang alot antara Dewan dan pemerintah selama hampir dua tahun penuh. Ini dapat dipahami karena, disatu sisi, insiatif Dewan ini merupakan suatu konvergensi antara masyarakat sipil dan para anggota Dewan. Setelah melihat realitas penanganan dampak bencana tsunami Aceh/Nias dan gempa Yogya dan sekitarnya, para pemrakrasa mendorong suatu paradigma alternatif seperti dijelaskan diatas. Pemerintah, dipihak yang lain, berpegangan pada paradigma lama karena pertimbangan-pertimbangan birokratis – administratif pada status quo.

Bagaimanapun, setelah melalui pembahasan yang mendalam dan kompromi-kompromi politik disana-sini, akhirnya RUU ini disahkan dan diseberangkan kepada pihak eksekutif untuk diumumkan dalam lembar Negara dalam waktu dekat ini. Patut saya laporkan di sini bahwa Bapak Wakil Presiden telah secara resmi menunjuk Menko Kesra dan Kalakhar BAKORNAS PB untuk menindaklanjuti pengesahan UU-PB ini. Terkait tugas ini adalah penyiapan enam Peraturan Pemerintah dan dua Peraturan Presiden dalam waktu, idealnya, hanya enam bulan sejak diundangkan.

UU-PB merupakan suatu pelaksanaan amanat konstitusional sebagai bagian dari maksud pendirian Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk, antara lain, “melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia …” , termasuk dari ancaman bencana. Sementara amanat-amanat konstitusional yang lain sudah kurang lebih terlaksana, aspek perlindungan dari ancaman bencana ini pada masa lalu ini justru masih sangat lemah. Ditilik dari aspek kebijakan, awktu itu yang ada sekitar 150 peraturan di berbagai bidang dan tataran yang tercerai berai dan bahkan kadang berlawanan satu sama lain.

Perlindungan terhadap rakyat itu dimaksudkan untuk diselenggarakan dalam suatu sistem penanggulangan bencana yang terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh. Bukan hanya berfokus pada kedaruratan melainkan keseluruhan aspek pengurangan risiko dan dalam pelaksanaan pembangunan. Dengan demikian penanggulangan bencana menjadi bagian tidak
terpisahkan dari pemerintahan yang juga terikat oleh prinsip-prinsip pemerintahan yang baik, antara lain tranparansi dan akuntabel, partisipatoris, berkelanjutan, tepatguna dan berdayaguna. Bukan hanya itu, penyelenggaraan penanggulangan bencana juga dimaksudkan untuk membangkitkan kembali dan memupuk rasa persaudaraan, kedermawanan, kegotongroyongan dalam kehiduan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang damai dan sejahtera.

Para hadirin yang saya hormati

Jantung dari UU-PB adalah pengakuan bahwa perlindungan dari ancaman dan dampak bencana adalah bagian dari hak dasar rakyat Indonesia. Maka perlindungan bukan lagi semata-mata kebaikan hati pemerintah untuk rakyat, melainkan pemenuhan kewajiban pemerintah terhadap hak rakyatnya. Setiap orang dalam UU-PB mempunyai hak untuk dilindungi, mendapat pelatihan, dan ikutserta dalam dan mengawasi penyelenggaraan penanggulangan bencana. Dengan demikian UU-PB mengatur tentang mekanisme pemenuhan ini dan sanksi-sanksi manakala hak tersebut tidak terpenuhi oleh pemerintah ataupun pihak-pihak lain yang tersangkut didalam upaya pemenuhan tersebut.

Dalam kaitan itu Undang-Undang menyediakan dasar dan sekaligus payung hukum terhadap penyelenggaraan penanggulangan bencana. Sungguh suatu hal yang selama ini talh kita nanti-nantikan.

Sehubungan dengan tugas dan wewenang, UU-PB sangat menyadari bahwa risiko bencana adalah suatu keniscayaan di Indonesia. Oleh karennya ia mengatur bahwa pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab pertama-tama untuk mengurangi risiko bencana. Kalau kejadian bencana memang tidak terhindarkan maka pemerintah bertugas untuk melindungi rakyat sehingga terkurangi dari dampaknya, dan mereka yang sungguh terkena dampak bencana mendapatkan perlindungan terhadap hak dan pemenuhan terhadap kebutuhan dasarnya. Selanjutnya, pemerintah juga bertanggungjawab untuk memulihkan kondisi dari dampak bencana.

Dalam pelaksanaan tanggungjawab tersebut, Pemerintah dan Pemerintah Daerah dibekali dengan beberapa kewenangan. Pemerintah berkewenangan untuk menyusun kebijakan sesuai dengan kebijakan pembangunan dan memasukkan unsure penanggulangan bencana dalam program pembangunan. Dalam kaitan itulah saya berdiri didepan Ibu/Bapak sekalian untuk memastikan bahwa amaran legislatif ini terlaksana dengan baik di Propinsi Yogyakarta.

Sebagai bagian dari kewenangan ini, Pemerintah dapat menyusun kebijakan mengenai tatanan kelembagaan dan tatacara penanggulangan bencana, kebijakan tentang penguasaan dan pengutrasan sumberdaya serta penguasaan teknologi yang mempunyai kemungkinan berdampak pada risiko bencana.

Suatu kewenangan baru yang diatur oleh UU-PB adalah kewenangan untuk menetapkan status bencana. Kepala pemerintahan dapat menetapkan keadaan bencana sesuai dengan tataran dan wilayahnya, dan berdasarkan rekomendasi Badan Penanggulangan Bencana yang berpedoman pada suatu perangkat kriteria yang diatur terpisah. Penetapan ini kiranya sangat penting karena dengannya maka berubahlah pola penanggulangan bencana dan pemerintahan. Penyelenggaraan penanggulangan bencana yang biasanya bernuansa fungsi koordinatif, pada saat ditetapkan keadaan darurat, akan menjadi fungsi komando. Hak dan kewajiban serta kewenangan pemerintah juga berubah dengan sangat signifikan.

Para hadirin yang saya hormati

Salah satu aspek yang paling pelik dalam pembahasan RUU-PB ini adalah aspek tatanan kelembagaan. Seperti kita maklumi, tatanan kelembagaan penanggulangan bencana yang ada selama ini ditandai dengan kesan struktur organik dari pusat ke daerah dengan bertulang punggung “koordinasi”, yaitu Nakornas-Satkorlak-Satlak. Dengan reformasi dan otonomi daerah merubah
samasekali hubungan kekuasaan antara pemerintah pusat dan daerah, maka struktur “koordinasi” ini menjadi mandul dan tidak efektif. Struktur ini menjadi bulan-bulanan dan dituduh sebagai biangnya kelambatan dan kelemahan penanggulangan bencana.

Setelah mengalami debat yang sangat panjang dan melelahkan, dicapailah suatu kompromi politik yang dimulai dengan pengakuan bahwa penanggulangan bencana sungguh adalah domain pihak eksekutif. Tatanan kelembagan ini disyaratkan untuk kuat, professional, berdedikasi, berkecukupan baik dalam hal mandat maupun sumberdaya, dan efektif. Dari sinilah muncul struktur Badan Nasional Penanggulangan Bencana sebagai LPND setingkat Menteri. Badan ini terdiri dari unsur pengarah yang terdiri dari pejabat pemerintah yang mewakili sektor dan wakil masyarakat professional yang melalui proses uji kepatutan dengan DPR. Unsur pengarah ini digambarkan sebagai pihak yang cukup kuat dalam hal penyusunan kebijakan, pemantauan pelaksanaan, dan penilaian pelaksanaan penyelenggaraan penanggulangan bencana oleh Badan. Unsur Pelaksana adalah bagian dari Badan yang melaksanakan tugas sehari-hari oleh personil yang professional.

Badan Nasional mempunyai tugas untuk menyusun pedoman dan mengarahkan pelaksanaan penanggulangan bencana. Jadi sementara BAPPENAS adalah pihak yang mengharmonisasikan perencanaan penanggulangan bencana dalam hubungannya dengan pembangunan, tugas pemantauan dan koordinasi pelaksanaannya berada di tangan Badan Nasional.

Badan juga bertugas untuk menetapkan standard dan kebutuhan sehubungan dengan penyelenggaraan penanggulangan bencana untuk memastikan adanya kesamaan praktik. Disamping itu standard ini juga penting untuk memastikan bahwa ada interoperability diantara Badan di pusat dan juga dengan dan antar daerah sehingga manakala dperlukan mereka dapat bekerja sebagaimana suatu sistem yang terpadu.

Dalam rangka mematuhi komitmen terhadap Undang-Undang tentang pemerintahan daerah, UU-PB membunyikan bahwa pemerintah daerah “dapat” membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Bagaimanapun, karena ia berkaitan dengan penanggulangan bencana yang dalam saat tertentu menuntut kesatuan komando, dan demi menjaga konsistensi serta membangun hubungan ‘emosional’ antara pusat dan daerah, maka diatur bahwa pembentukan dan pelaksanaan Badan Daerah wajib mengikuti panduan yang ditetapkan oleh Badan Nasional.

Disamping itu Badan juga bertugas untuk mengelola informasi tentang penanggulangan bencana. Ini berkaitan baik dengan pengumpulan, pemrosesan, dan penyampaian kepada masyarakat. Dalam keadaan normal Badan melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada kepala pemerintahan sebulan sekali atau setiap hari apabila ditetapkan status darurat.

Para hadirin yang saya hormati,

Dalam kaitan ini saya yakin bahwa pemberdayaan saja tidak akan memadai terhadap lembaga yang selama ini dipercayai untuk menyelenggarakan penanggulangan bencana. Propinsi akan memerlukan suatu langkah radikal untuk membentuk Badan Daerah lengkap dengan ubarampe yang mengikutinya.

Sekarang saya akan membahas dengan singkat tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana menurut langgam UU-PB yang baru ini. Intisari dari perubahannya dibandingkan dengan sistem yang lama adalah tentang cakupannya. Penanggulangan bencana yang baru ini melingkupi keseluruhan beidang kerja penanggulangan bencana dan bukan hanya tentang kedaruratan. Walaupun ia
menggunakan istilah tahapan, tetapi semangat dari UU-PB adalah memperlakukan tugas-tugas penanggulangan bencana senagai bidang-bidang kerja yang dilaksanakna bukan berurutan melainkan secara bersama-sama.

Dapat dikatakan bahwa 90% beban kerja sebenarnya terletak pada keadaan dimana justru tidak terjadi bencana. Tetapi inilah hakekat dari paradigma baru pengurangan risiko bencana. Dalam situais normal ini maka pemerintah ditugasi untuk menyusun rencana pencegahan, pengurangan risiko dan keseluruhan bidang kerja penanggualangan bencana, lagi-lagi, dalam semangat
memadukannya kedalam rencana pembangunan. Pada bidang kerja ini terdapat kerja-kerja besar seperti penyusunan dan pemberdayaan tataruang, pendidikan dan pelatihan, dan penyusunan syarat-syarat teknis penanggulangan bencana. Suatu tugas baru yang mengasyikan adalah pensyaratan analisis risiko bencana sebagai bagian tidak terpisahkan dari perencanaan kegiatan-
kegiatan pembangunan sebagaimana layaknya pensyaratan analisis dampak lingkungan.

Aspek-aspek lain dalam penyelenggaraan penanggulanngan bencana sejatinya sama dengan penanggualangan bencana yang konvensional. Pada bidang pra-bencana, ada tugas-tugas mitigasi, yaitu pelaksanaan upaya-upaya untuk mengurangi kemungkinan atau keganasan suatu ancaman bencana yang sudah ada. Kemudian melaksanakan kesiapsiagaan terhadab bahaya bencana tersebut, dan menyediakan peringatan dini bagi masyarakat dan para pelaku penanggulangan
bencana.

Pada keadaan bencana sungguh terjadi, bidang kerjanyapun sama dengan penanggulangan bencana yang sudah kita ketahui bersama. Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah adanya penetapan status bencana. Dimana pada saat tersebut Badan akan mendapatkan “kemudahan” akses, dan menjalankan fungsi komando terhadap sektor dan pihak-pihak lain. Kemudahan akses ini
antara lain dalam hal:
– pengerahan personnel, peralatan, logistik;
– mengarahkan penggunaan sumber di semua sektor
– imigrasi, cukai, dan karantina;
– perizinan; pengadaan barang/jasa;
– pengelolaan dan tanggung jawab keuangan dan/atau barang;
– penyelamatan; dan
– Fungsi memerintahkan sektor/lembaga.
Istimewanya lagi, barangsiapa terbukti menghalangi Badan menggunakan kemudahan akses ini, maka ia diancam hukuman kurungan dan denda yang berat.

Para hadirin yang saya hormati,

Dalam kontaks ini saya percaya bahwa UU-PB dan peraturan-peraturan pelaksanaannya akan diturunkan sebelum akhir tahun 2007. Apapun yang terjadi, akan menjadi keniscayaan bahwa pemerintah Propinsi akan memerlukan sumberdaya untuk melaksanakan kerangka hukum ini dan menyusun kebijakan-kebijakan daerah sesuai dengan amar undang-undang dan konteks di
daerahnya masing-masing. Jadi akan sangat strategis bahwa Propinsi memasukkan tugas-tugas ini kedalam RKP 2008.

UU-PB mengatur juga bahwa penanggulangan bencana harus dipadukan dalam penyelenggaraan pembangunan sehingga dengan demikian teralokasikan dana yang memadai dalam APBN/APBD baik secara rutin kepada sektor dan daerah maupun yang nantinya dalam bentuk dana siap pakai untuk Badan Penanggulangan Bencana.

Para hadirin peserta Musrenbang yang saya hormati,

Sampailah saatnya bagi saya untuk memaparkan tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana.

Mungkin akan menarik untuk disimak bahwa dokumen Rencana Strategis Daerah 2004-2008 Propinsi DIY, termasuk matriks-matriksnya, lembar persetujuan DPRD, Perdanya dan paparannya tidak mengandung SATUPUN kata bencana di dalamnya. Jadi kalau boleh dikatakan, sebelum terjadi gempabumi, bencana sungguh belum masuk kedalam alam sadar pemerintahan daerah di Yogyakarta. Tentunya ini tidak dapat kita biarkan. Kita tidak boleh menunggu sampai RPJM berikutnya untuk merubah keadaan ini. Tahun ini adalah tahun paling strategis untuk merubahnya menjadi lebih berkesadaran bencana.

Sebagaimana halnya dengan Propinsi DIY, dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2004-2009 yang dimiliki oleh administrasi Presiden Yudhoyono dan Wapres Kalla juga tidak memuat wawasan penanggulangan bencana. Dalam RPJMN saat ini substansi upaya pengurangan risiko bencana tersirat dalam bidang Kesejahteraan Sosial dan bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Pada umumnya upaya-upaya pengurangan risiko bencana ini merupakan bagian dari kegiatan/program yang tersebar di setiap sektor terkait.

Namun pada masa ini telah terjadi bencana-bencana beruntun yang menelan ratusan ribu jiwa dan kerugian harta yyang tidak terhitung, dan memporak porandakan kesempatan dan sumberdaya pembangunan. Kerendahan hati pulalah yang membawa pemerintah kepada kesadaran bahwa kapasitas penanggulangan bencana tersebut masih jauh dari memadai dan paradigmanya masih berkisar pada kedaruratan. Sementara dilain pihak Negara Indonesia pada tataran global, regional, dan nasional telah menyatakan komitmennya untuk ikut mencapai suatu dunia yang lebih aman dari risiko bencana. Platform ini adalah:

Komitmen global:
1. Resolusi PBB: komitmen pemerintah, berdayakan masy, kurangi korban dan kerugian dampak bencana
2. Strategi Yokohama: padukan PRB dalam pembangunan untuk meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap bencana
3. Kerja Aksi Kerangka Hyogo: padukan PRB dalam pembangunan, kuatkan mekanisme dan kelembagaan, pendekatan komprehensif

Komitmen regional:
1. Rencana Aksi Beijing; (a) Kesepakatan Asia untuk PRB sebagai prioritas utama, (b) Melaksanakan kerjasama regional di Asia dalam PRB
2. Perjanjian Regional ASEAN: kerjasana kawasan untuk pengurangn risiko bencana, dan penanganan kedaruratan bencana

Komitmen nasional:
1. Rencana Jangka Menengah (RPJM); Program dan kegiatan berkaitan dengan PRB oleh sektor-sektor terkait
2. Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2008, kebijakan:
a. PRB melalui pendaya gunaan rencana tata ruang wilayah
b. Meningkatnya kesiapan kelembagaan dan masyarakat

Melalui penerbitan RANPRB maka Pengurangan Risiko Bencana telah diletakkan sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional dalam kerangka Pembangunan Nasional, kebijakan dan program yang dituangkan dalam RPJM dan RKP yang disusun setiap tahun

Dalam kaitan itu Bappenas bekerjasama dengan BAKORNAS PB dengan dukungan dari UNDP dan koalisi dengan masyarakat warga termasuk Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia, menyusun dan – pada tanggal 24 Januari 2007, meluncurkan suatu buku Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana (RNPRB). Sebagaimana RAN-RAN yang lainnya, RANPRB adalah suatu dokumen nasional yang disusun melalui proses koordinasi dan partisipasi dan memuat landasan, prioritas, rencana aksi serta mekanisme pelaksanaan dan kelembagaannya sesuai dengan kepentingan dan tanggungjawab semua pihak yang terkait. RANPRB ini sejatinya adalah suatu buku pelengkap terhadap RPJM administrasi Yudhoyono-Kalla dan oleh karenanya berlaku sama dengan
dokumen induknya.

Para hadirin peserta Musrenbang yang saya hormati,

Ditinjau dari fungsinya, RAN PRB adalah suatu platform nasional yang menyatakan komitmen politik – administratif pemerintah untuk menjadikan penanggulangan bencana sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional beserta mekanisme pelaksanaan serta dasar kelembagaan untuk pelaksanaannya. Fungsi keduanya adalah sebagai suatu jabaran fungsi dan kewajiban seluruh
pemangku kepentingan yang disusun dengan dasar koordinasi patisipatif dan sejalan dengan komitmen global. Fungsi ketiga adalah sebagai arahan bagi para pengambil keputusan untuk memberikan komitmen mereka secara lintas sektoral dan untuk menekankan perlunya pemberian prioritas-prioritas program secara sistematis.

Dalam hubungannya dengan perencanaan pembangunan di daerah, terdapat landasan yuridis – normatif yang dilandaskan pada argumen-argumen seperti tercantum pada UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 32/2004 tentang pemerintahan Daerah serta sejumlah peraturan pelaksana dari ketiga UU
tersebut, mewajibkan Pemerintah Daerah untuk menyusun RPJPD, RPJMD dan RKPD dengan mengacu pada dokumen perencanaan pembangunan yang bersangkutan pada tingkat nasional.

Departemen Dalam negeri berlandaskan UU No. 32/2004 mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33/2006 tentang Pedoman Umum Mitigasi Bencana yang mengatakan bahwa biaya pelaksanaan pedoman umum mitigasi bencana dibebankan kepada APBD (Pasal 5). Dengan ketentuan ini, Pemerintah Daerah diwajibkan untuk menganggarkan dalam APBD untuk mendanai
kegiatan-kegiatan yang berkenaan dengan mitigasi bencana.

Peraturan Menteri Dalam Negeri yang lain yaitu No. 26/2006 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2007 menyebutkan tantangan dan masalah termasuk belum memadainya penanggulangan bencana. Oleh karenanya kemudian menetapkan prioritas pembangunan yang satu diantaranya adalah Mitigasi dan Penanggulangan Bencana. Mengingat bahwa pengurangan risiko bencana telah dijadikan sebagai salah satu prioritas pembangunan 2008 maka Pemerintah Daerah seyogyanya menjadikannya sebagai salah satu prioritas dalam RPJMD; dengan demikian mengubah RKPD; dan pada akhirnya dalam penyusunan APBD. Pemerintah Daerah diperbolehkan untuk mengembangkan dan menambah program dan kegiatan dalam APBD yang tidak tercantum dalam Permendagri No. 13/2006 sepanjang dilakukan dengan mempertimbangkan karakteristik daerah dan menjaga konsistensi dan harmonisasi serta sinkronisasi dengan prioritas nasional.

RANPRB menyatakan bahwa prioritas pengurangan risiko bencana adalah sesuai dengan prioritas Kerangka Untuk Aksi Hyogo, yaitu
1. Meletakkan PRB sebagai prioritas nasional & daerah dengan kelembagaan pelaksanaan yang kuat
2. Mengidentifikasi, mengkaji dan memantau risiko bencana & penguatan kapasitas peringatan dini
3. Pendidikan, pengetahuan, mendorong terbentuknya budaya keselamatan dan ketahanan
4. Mengurangi faktor-faktor akar risiko bencana
5. Menguatkan kesiapan untuk tanggapan yang lebih efektif di semua tataran

Para hadirin peserta Musrenbang yang saya hormati,

Khusus mengenai Rencana Kerja Pemerintah Nasional 2008, pengurangan risiko bencana sudah menjadi salah satu dari priortas pembangunan nasional. Maka matriks programnya dapat menjadi acuan bagi pengembangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah.

1. PERCEPATAN PELAKSANAAN REHABILITASI/REKONSTRUKSI
– Tsunami di wilayah NAD-Nias
– Gempa di wilayah DIY-Jateng serta pasca bencana alam lainnya di berbagai daerah (Program KB, Kelembagan Pemda, UKM, Aparatur, Kualitas hidup dan perempuan, kekayaan budaya)

Dalam hal ini Pemerintah Propinsi DIY telah mengusulkan suatu Anggaran Belanja Berdasarkan Prioritas Program Pembangunan yang terdiri dari Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Pemerintah Daerah yang terdiri dari 35 mata kegiatan di berbagai prioritas program.

2. PENJABARAN RAN-PRB
– Pengembangan Sistem Manajemen Bencana
– Penanggulangan Pasca bencana alam dan Kerusuhan sosial
– Meningkatkan fungsi koordinasi dan manegemen yang efektif
– Peningkatan kapasitas kelembagaan TEWS dan Sistem integrasi
– Pengembangan sistem manajemen informasi PB
– Manajemen pengurangan risiko bencana di wilayah rawan bencana
– Program Pengembangan dan Pengelolaan sumber daya kelautan
– Menyusun model dan pedoman penataan lingkungan pesisir yang berbasis PRB

3. PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN SDM PB
– Penguatan kelembagaan dan aparatur
– Kesiapsiagaan informasi masuyarakat
– Kesiapsiagaan teknologi informasi
– Kesiapsiagaan kelompok masyarakat
– Pemetaan kawasan rawan bencana
– Peringatan dini

4. DAYAGUNA PENATAAN RUANG NAS & DAERAH BERBASIS PRB
– Pendayagunaan tataruang
– Pengendalian
– Koordinasi

Para peserta Musrenbang yang saya hormati,

Pada titik ini kita sudah menilik dengan seksama bahwa semua kondisi sudah kondusif bagi Propinsi DIY untuk memadukan penanggulangan bencana kedalam rencana pembangunan. Pertanyaannya adalah bagaimana ini akan dilaksanakan.

Seperti terbukti pada uraian-uraian terdahulu dalam pemaparan ini, Musrenbang ini menjadi sangat krusial dalam konteks pemaduan penanggulangan bencana dalam rencana pembangunan. Kalau Pemerintah Propinsi DIY mengacu pada RJKP Pusat 2008, maka penanggulangan bencana sudah ditempatkan sebagai salah satu prioritas pembangunan daerah. Konsekuensinya, semua sektor akan diharuskan untuk mencerminkan prioritas yang baru ini dalam usulan-usulan program kegiatan dan anggarannya. Semua ini dilaksanakan disamping dan secara harmonis disusun bersama agenda percepatan pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi dampak gempa.

Struktur prioritas upaya dan rencana aksi yang dapat dipertimbangkan dalam pemaduan penanggulangan bencana dalam pembangunan adalah disesuaikan dengan priortas nasional dan dapat dilihat pada Lampiran 1.

Hal paling krusial dalam antisipasi perubahan pada tingkat nasional pada akhir tahun 2007 dan keseluruhan 2008 dan oleh karenanya seyogyanya dimasukkan sebagai salah satu tujuan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Propinsi DIY 2008 yang dapat diusulkan sebagai pertimbangan adalah:

Terlaksananya percepatan pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi termasuk penyusunan suatu Rencana Aksi Daerah Pengurangan Risiko Bencana.

Dalam kaitan itu beberapa pernyataan tujuan yang penting adalah:

1. Penyusunan kerangka kebijakan daerah sebagai turunan dan harmonisasi dengan diterbitkannya Undang-Undang Penanggulangan Bencana.
2. Penataan ulang kelembagaan penanggulangan bencana sesuai dengan amaran Undang-Undang Penanggulangan Bencana
3. Penyusunan berbagai mekanisme dan prosedur penanggulangan bencana sebagaimana akan diatur oleh peraturan-peraturan pelaksanaan Undang-Undang Penanggulangan Bencana.
4. Penyusunan program-program prioritas sesuai dengan berbagai bidang kerja yang diatur oleh baik Undang-Undang Penanggulangan Bencana, Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana, maupun Rencana Aksi Nasional Rehabilitasi dan Rekonstruksi Dampak Gempa DIY – Jawa Tengah.

Para peserta Musrenbang yang saya hormati,

Seperti pula halnya RANPRB, Rencana Aksi Daerah ini seyogyanya disusun melalui proses-proses yang partisipatif. Dalam kaitan itu Bappeda Propinsi telah bekerjasama dengan UNDP – ERA di Yogyakarta pada tanggal 24 Maret melaksanakan suatu pertemuan dengan semua jajaran Dinas propinsi dabn Bappeda kabupaten / kota dan para pemangku kepentingan lainnya. Pada pertemuan
itu hadir perwakilan dari Bappenas dan saya sendiri mewakili UNDP dan proses RUU PB. Pada pertemuan ini diusulkan pembentukan suatu tim kecil yang ditugasi untuk menyiapkan penyusunan RAD-PRB.

Dalam kaitan itu, tim kecil antar lembaga yang melibatkan piak pemerintah, UNDP, dunia akademik dan LSM ini telah melaksanakan serie pertemuan kecil guna mempersiapkan suatu Perencanaan Strategis Daerah. Dalam waktu dekat, tim kecil ini akan menyelenggarakan Rencana Strategisnya secara partisipatif, dan menyerahkan hasilnya sebagai masukan kepada tim penyusun RKPD 2008.

Selebihnya RAD PRB yang dihasilkan nantinya akan diserahkan kepada pemerintah sebagai bahan dasar masukn terhadap penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah oleh pemerintahan Propinsi DIY baru yang memenangi pilkada 2008.

Para peserta Musrenbang yang saya hormati,

Sebagai penutup paparan ini, ijinkanlah saya menyimpulkan beberapa hal:

Mengingat kondisi konsusif sebagai berikut:
1. Bahwa profil risiko bencana Propinsi DIY
2. Bahwa saat ini adalah momentum yyang paling strategis dalam memulihkan dari dampak bencana
3. Bahwa sudah terjadi perubahan paradigmatik yang meletakkan penanggulangan bencana termasuk pengurangan risiko bencana sebagai prioritas pembangunan nasional, dan
4. Bahwa telah terjadi pula momentum antar lembaga dan antar sektor di tingkat propinsi untuk menyusun rencana strategis dan, pada gilirannya, Rencana Aksi Daerah Pengurangan Risiko Bencana

Maka sudah sampai waktunya bagi Musrenbang Propinsi DIY untuk memadukan penanggulangan bencana termasuk pengurangan risiko bencana sebagai prioritas pembangunan daerah Propinsi DIY.

Sehingga Propinsi DIY akan menjadi propinsi pertama yang merespons perubahan paradigmatik penanggulagan bencana dan yang dapat menggunakan kesempatan strategis dalam pemulihan dampak bencana.

Dan

Menjadi Propinsi pertama yang menginvestasikan perhatian, tenaga dan sumberdaya demi perlindungan sejati terhadap rakyatnya secara berkelanjutan melampaui masa pemerintahan administrasi propinsi yang sekarang.

Sekian dan

Wassalaamu alaikum warrahmatullahi wabarakaatuh
Dan salam sejahtera bagi kita semua

Lampiran 1

Struktur Prioritas Rencana Aksi Daerah Pengurangan Risiko Bencana

Upaya pengurangan risiko bencana diletakkan dalam suatu kerangka pelaksanaan dengan memprioritaskan aspek-aspek penting yang perlu segera ditangani. Dengan kerangka ini maka ditetapkan beberapa prioritas pelaksanaan dalam RAD-PRB yang kemudian dijabarkan dalam rencana yang lebih operasional.

Prioritas, Upaya dan Rencana Aksi

Pengurangan risiko bencana dilakukan dengan mempertimbangkan aspek berkelanjutan dan partisipasi dari semua pihak terkait. Upaya tersebut dilakukan dengan komitmen yang kuat dengan mengedepankan tindakan-tindakan yang harus diprioritaskan. Prioritas ini perlu dilakukan untuk meletakkan dasar-dasar yang kuat dalam pelaksanaan upaya pengurangan risiko bencana yang
berkelanjutan. Prioritas ini sekaligus juga mengakomodasikan kesepakatan internasional dan regional dalam rangka mewujudkan upaya bersama yang terpadu.

Lima prioritas pengurangan risiko bencana yang ditetapkan dalam RANPRB, sesuai dengan Kerangka Kerja Aksi Hyogo, beriktu ini disesuaikan dengan konteks daerah serta dipadankan dengan upaya dan rencana aksi yang dilakukan meliputi:

Prioritas-1: Meletakkan pengurangan risiko bencana sebagai prioritas nasional maupun daerah dan implementasinya harus dilaksanakan oleh suatu institusi yang kuat:

1. Kelembagaan daerah dan kerangka hukum dan peraturan
a. Menyusun atau memperkuat mekanisme pengurangan risiko bencana terpadu,
b. Integrasi pengurangan risiko dalam kebijakan dan perencanaan pembangunan, termasuk strategi pengurangan kemiskinan serta kebijakan dan perencanaan sektoral dan multi sektoral,
c. Mengadopsi atau memodifikasi hukum dan peraturan yang menunjang pengurangan risiko bencana, termasuk peraturan dan mekanisme untuk memberikan insentif bagi kegiatan-kegiatan pengurangan risiko bencana maupun kegiatan mitigasi bencana,
d. Mengenali karakteristik dan pola bencana pada skala lokal, melaksanakan desentralisasi kewenangan dan sumberdaya kepada tingkatan pemerintahan yang lebih rendah.

2. Sumberdaya
a. Mengkaji kapasitas sumberdaya manusia yang ada saat ini dan menyusun rencana dan program peningkatan kapasitas sumberdaya manusia serta kebtuhannya di masa mendatang,
b. Mengalokasikan sumberdaya untuk penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, program-program, hukum dan peraturan dalam upaya pengurangan risiko bencana,
c. Memadukan upaya pengurangan risiko bencana kedalam perencanaan dan program pembangunan.

3. Partisipasi Masyarakat
a. Membuka kemungkinan partisipasi masyarakat dalam upaya pengurangan risiko bencana, melalui kebijakan khusus, membuat jejaring, pengelolaan sumberdaya yang strategis, membuat peraturan hukum dan tanggungjawab, serta pendelegasian kepada otoritas tertentu.

Prioritas-2: Mengidentifikasi, mengkaji dan memantau risiko bencana serta menerapkan sistem peringatan dini:

1. Pengkajian Risiko
a. Memanfaatkan, memperbaharui, dan menyebarluaskan peta risiko beserta informasi terkait terutama kepada para pengambil kebijakan dan masyarakat umum,
b. Menggunakan sistem indikator risiko bencana dan ketahanan di daerah, yang akan membantu para pengambil keputusan dalam mengkaji dampak bencana,
c. Merekam, menganalisa, merangkum dan menyebarluaskan informasi statistik mengenai kejadian bencana, dampak dan kerugian.

2. Peringatan Dini
a. Memanfaatkan sistem peringatan dini, termasuk petunjuk-petunjuk tindakan pada saat peringatan,
b. Melakukan review secara periodik, dan memelihara sistem informasi sebagai bagian dari sistem peringatan dini,
c. Melakukan penguatan kapasitas yang menunjukkan bahwa sistem peringatan dini terintegrasi dengan baik dengan kebijakan pemerintah dan proses pengambilan keputusan,
d. Memperkuat koordinasi dan kerjasama multi sektor dan multi pemangku kepentingan dalam rantai sistem peringatan dini ditingkat daerah,

3. Kapasitas
a. Mengembangkan dan melestarikan infrastruktur, ilmu pengetahuan, teknologi, kapasitas teknis dan institusi yang diperlukan dalam penelitian, pengamatan, analisis, pemetaan, dan apabila memungkinkan proyeksi bencana, kerentaan, dan dampak bencana di masa mendatang,
b. Mendukung pengembangan dan peningkatan database serta pertukaran dan penyebarluasan data untuk pengkajian, monitoring dan keperluan peringatan dini,
c. Mendukung bagi peningkatan metoda ilmiah dan teknis serta kapasitas pengkajian risiko, monitoring dan peringatan dini melalui penelitian, kerjasama, pelatihan, dan peningkatan kapasitas teknis,
d. Menciptakan dan memperkuat kapasitas untuk merekam, menganalisa, merangkum, menyebarluaskan, dan saling bertukar data dan informasi.

Prioritas-3: Memanfaatkan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun budaya keselamatan dan ketahanan pada seluruh tingkatan:

1. Manajemen Informasi dan Pertukaran Informasi
a. Menyediakan informasi risiko dan pilihan perlindungan bencana yang mudah dipahami, terutama pada masyarakat pada daerah berisiko tinggi,
b. Memperkuat jaringan ahli bencana, pejabat berwenang, dan perencana antar sektor dan wilayah, dan menyusun atau memperkuat prosedur untuk memanfaatkan keahlian dalam menyusun rencana pengurangan risiko bencana,
c. Meningkatkan dialog dan kerjasama antara para ilmuwan dan praktisi di bidang pengurangan risiko bencana,
d. Meningkatkan pemanfaatan dan penerapan informasi terkini, komunikasi dan teknologi untuk mendukung upaya pengurangan risiko bencana,
e. Dalam jangka menengah, mengembangkan direktori, inventaris, dan sistem pertukaran informasi skala lokal, nasional, regional dan internasional,
f. Institusi yang berhubungan dengan pengembangan perkotaan harus menyediakan informasi mengenai pemilihan konstruksi, pemanfaatan lahan atau jual beli tanah,
g. Memperbaharui dan menyebarluaskan terminologi standar internasional tentang pengurangan risiko bencana.

2. Pendidikan dan Pelatihan
a. Memasukkan unsur pengetahuan pengurangan risiko bencana pada kurikulum sekolah yang relevan,
b. Mempelopori implementasi pengkajian risiko dan program-program kesiapsiagaan bencana di sekolah-sekolah dan institusi pendidikan yang lebih tinggi,
c. Mempelopori penerapan program dan kegiatan minimalisasi dampak bencana di sekolah-sekolah,
d. Mengembangkan program-program pelatihan dan pembelajaran pengurangan risiko bencana pada sektor tertentu (perencana pembangunan, penanggungjawab keadaan darurat, Pemerintah Daerah, dan sebagainya)
e. Mempelopori inisiatif pelatihan berbasis masyarakat, ditekankan pada aturan-aturan bagi sukarelawan,
f. Menyediakan peluang akses pelatihan dan pendidikan yang sama bagi perempuan dan konstituen yang rentan lainnya.

3. Penelitian
a. Membangun metode lanjutan untuk pengkajian prediksi bencana multi risiko dan analisis sosio-ekonomi cost-benefit dalam kegiatan pengurangan risiko bencana,
b. Memperkuat kapasitas teknis dan ilmiah untuk mengembangkan dan menerapkan metodologi, kajian, dan model dari pengkajian kerentaan, serta dampak bencana geologis, cuaca, klimat, dan air.

4. Kepedulian Publik
Memperkuat peran media untuk merangsang budaya kesiapsiagaan terhadap bencana dan keterlibatan masyarakat.

Prioritas-4: Mengurangi faktor-faktor akar penyebab timbulnya atau meningkatnya risiko bencana:

1. Manajemen Sumberdaya Alam dan Lingkungan
a. Memperkuat pemanfaatan dan pengelolaan ekosistem secara lestari, termasuk melalui rencana pemanfaatan ruang yang baik dan kegiatan pembangunan yang menurunkan risiko dan kerentaan,
b. Menerapkan pendekatan manajemen sumberdaya alam dan lingkungan terpadu yang berhubungan dengan upaya pengurangan risiko bencana,
c. Melakukan penyesuaian antara pengurangan risiko bencana dengan perubahan iklim yang terjadi saat ini dan masa mendatang.

2. Pengembangan Sosial dan Ekonomi
a. Meningkatkan keamanan bahan makanan,
b. Menggabungkan perencanaan pengurangan risiko bencana dalam sektor kesehatan, untuk menciptakan rumah sakit yang bebas dari dampak bencana,
c. Melindungi dan memperkuat fasilitas-fasilitas publik (sekolah, rumah sakit, pembangkit listrik, dan sebagainya) agar tidak rentan terhadap bencana,
d. Memperkuat pelaksanaan mekanisme jaring pengaman sosial,
e. Menyatukan pengurangan risiko bencana dalam pemulihan pasca bencana dan proses rehabilitasi,
f. Meminimalkan risiko bencana dan kerentaan yang diakibatkan oleh perpindahan manusia,
g. Melakukan diversifikasi pendapatan untuk masyarakat dalam wilayah berisiko bencana tinggi untuk mengurangi kerentaan terhadap bencana,
h. Membangun mekanisme pendanaan risiko bencana seperti asuransi bencana dan lain-lain.
i. Memfasilitasi terjadinya kerjasama swasta untuk meningkatkan partisipasi swasta dalam kegiatan pengurangan risiko bencana,
j. Membangun instrumen keuangan alternatif dan inovatif dalam rangka mengurangi risiko bencana.

3. Perencanaan Tata Guna Lahan dan Pengaturan Teknis lainnya
a. Menghubungkan pengkajian risiko bencana ke dalam perencanaan perkotaan dan pengelolaan pemukiman tahan bencana,
b. Mengarusutamakan risiko bencana dalam prosedur perencanaan untuk proyek-proyek infrastruktur utama, termasuk kriteria desain, persetujuan dan pelaksanaan proyek itu sendiri,
c. Membuat dan meningkatkan pemanfaatan pedoman dan perangkat pengawasan pengurangan risiko bencana dalam konteks kebijakan dan perencanaan pemanfaatan lahan,
d. Menggabungkan pengkajian risiko bencana ke dalam perencanaan pengembangan perkotaan,
e. Meningkatkan revisi kode, standar, rehabilitasi dan rekonstruksi bangunan-bangunan yang ada saat ini.

Prioritas-5: Memperkuat kesiapan menghadapi bencana pada semua tingkatan masyarakat agar respons yang dilakukan lebih efektif:

1. Memperkuat kebijakan, kapasitas teknis dan institusional dalam skala regional, nasional dan lokal, termasuk yang berhubungan dengan teknologi, pelatihan, sumberdaya manusia dan lain-lain.

2. Mendukung dialog dan pertukaran informasi dan koordinasi antara institusi-institusi yang menangani peringatan dini, pengurangan risiko bencana, tanggap darurat, pembangunan, dan sebagainya,

3. Memperkuat dan bila perlu membangun pendekatan wilayah koordinasi, dan membuat atau meningkatkan kebijakan regional, mekanisme operasional, dan sistem komunikasi perencanaan untuk menyiapkan respons yang efektif dalam kasus bencana antar negara,

4. Menyiapkan atau mengkaji ulang dan secara periodik memperbaharui penyiapan terhadap bencana serta kebijakan dan rencana tanggap darurat pada semua level,

5. Mewujudkan dana darurat untuk mendukung respons bencana dan pemulihan,

6. Membangun mekanisme khusus untuk mengundang partisipasi aktif dan rasa memiliki dari pemangku kepentingan terkait.

2 Responses to Pemaduan Penanggulangan Bencana dalam Program Pembangunan di Propinsi DIY

  1. Fatur berkata:

    Mudah-mudahan langkah positif ini diikuti oleh kabupaten/kota se-DIY, juga propinsi dan kabupaten lainnya. Aku angkat jempol dan Sukses buat Ngarso Dalem beserta dengan masyarakatnya. Sekali lagi. Sukses…………….

  2. […] Meminimalkan resiko kesalahan, adalah bagian peran yang menentukan bagi kita semua dalam hal apapun. Dapat kita lihat bahwa kehidupan telah menjadi sangat kompetitif dan kita semua berjuang siang dan malam untuk mencapai tujuan kita dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan profesional. Hidup bersama perubahan dan dalam gerakan perubahan yang yang tidak terlihat penyebabnya secara utuh, tetapi dapat dirasakan akibat yang langsung membentur kita. Hal ini kadang sangat ringan dan mungkin di lain waktu semakin kuat dan bahkan kita tidak kuat menghadapi dengan sukses. Apa yang harus kita lakukan untuk meminimalkan resiko kesalahan ? Yang dapat kita pahami adalah apabila kita kurang mampu mengimbangi kemajuan dunia maka akan segera tertinggal jauh di belakang. Pentingnya pelatihan, menjadi fokus yang perlu kita pelajari dan kita lakukan untuk membekali diri terhadap terjadinya benturan perubahan yang sedang dan akan terjadi. Hidup bersama perubahan yang dapat kita lakukan adalah Meminimalkan resiko kesalahan, pembinaan kehidupan dengan pelatihan dan menggunakan pelatih profesional membekali kemampuan untuk  menghadapi masalah yang sedang dan akan di hadapi. Meminimalkan resiko kesalahan,  adalah bagian peran yang menentukan bagi kita semua dalam hal apapun. Dapat kita lihat bahwa kehidupan telah menjadi sangat kompetitif dan kita semua berjuang siang dan malam untuk mencapai tujuan kita dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan profesional. Hidup bersama perubahan dan dalam gerakan perubahan yang yang tidak terlihat penyebabnya secara utuh, tetapi dapat dirasakan akibat yang angsung membentur kita. Hal ini kadang sangat ringan dan mungkin di lain waktu semakin kuat dan bahkan kita tidak kuat menghadapi dengan sukses. Apa yang harus kita lakukan untuk meminimalkan resiko kesalahan ? Yang dapat kita pahami adalah apabila kita kurang mampu mengimbangi kemajuan dunia maka akan segera tertinggal jauh di belakang.  Pentingnya pelatihan, menjadi fokus yang perlu kita pelajari dan kita lakukan untuk membekali diri terhadap terjadinya benturan perubahan yang sedang dan akan terjadi. Kehidupan dalam arti yang luas bagi kita secara utuh sebenarnya memerlukan pelatihan dan dukungan dari pelatih kehidupan pribadi maupun kehidupan profesional. Dapat kita kembangkan tentang pelatihan, seperti pelatihan di bidang: bidang pilitik, ekonomi, sosial, budaya , keamanan, kesehatan dan bahkan menghadapi bencana. Pilihan ini bisa menjadi sangat bermanfaat saat belajar untuk mendapatkan apa yang di inginkan dengan sedikit waktu dan tenaga dengan meminimalkan resiko kesalahan. Pembinaan kehidupan, sebenarnya bukan hanya teori seperti belajar dari buku-buku, tetapi kehidupan pembinaan adalah sesuatu yang di terapkan dalam kehidupan nyata setiap hari. Pelatihan dalam pembinaan kehidupan akan membantu berfokus pada tujuan dan membuat kita memahami bagaimana telah mencapai hasil positif melalui kerja keras. Kehidupan manusia penuh keunikan, dan dapat di bayangkan mulai masih muda sampai usia tua adalah untuk mendapatkan rejeki yang cukup. Tetapi untuk apa itu semua kita lakukan ? Hal ini sudah sangat jelas agar kita mampu menghadapi perubahan yang setiap waktu bergerak. Pelatihan akan membantu menjembatani kesenjangan antara di mana saat ini berada dan di mana yang akan di tuju. Peluang yang terbuka adalah menggunakan jasa seorang pelatih kehidupan yang dapat disewa oleh siapa pun, apakah seseorang atau sebuah organisasi. Bagian terbaik dari pembinaan kehidupan adalah bahwa hal itu dapat diterapkan pada setiap aspek kehidupan, baik itu pendidikan, karir, pengembangan kepribadian, keuangan, menjaga spiritualitas komunikasi, dan bahkan menjaga kesehatan. Pembinaan kehidupan dapat membantu dalam setiap aspek kehidupan dan ini dapat membuat semua perbedaan dengan pindah ke kehidupan yang besar dari kehidupan yang lebih baik. Jika sudah ada yang ahli, seharusnya hanya perlu memanfaatkan untuk dapat bergantung pada pelatih dalam melayani kapan pun di butuhkan. Menggunakan pelatih profesional, menjadi sebuah tuntutan untuk membekali kemampuan menghadapi masalah. Mengapa demikian ? Pelatih profesional membantu mengubah hidup dan membuat hidup itu berharga positif. Secara reguler pembinaan dapat mengubah hidup benar-benar dapat mengidentifikasi keinginan dan akan mempelajari teknik-teknik dan metode untuk memenuhi keinginan-keinginan yang dapat membantu mendapatkan hasil yang positif. Hal ini tidak hanya dalam kehidupan profesional, tetapi pribadi dan kehidupan juga sosial. Apakah kita kesulitan mendapatkan jasa pelatih profesional ? Sebuah pertanyaan yang jawabannya sangat jelas bahwa kita tidak kesulitan untuk memenuhi hal ini. Mengapa demikian ? Dapat kita pahami bahwa kemerdekaan yang telah kita capai sampai saat ini sudah mencapai ulang tahun yang 64, terbukti dengan berbagai perubahan sosial, politik, ekonomo dan budaya yang telah terjadi dapat dihadapi dengan baik. Hal ini telah membuktikan bahwa di tempat kita sebenarnya sangat banyak pelatih profesional yang telah membantu menjaga keseimbangan untuk menghadapi perubahan. Kita dapat menggunakan teknik-teknik yang telah direncanakan sesuai kebutuhan selama pelatihan untuk mengetahui apa sebenarnya tujuan yang ingin di capai, tentukan nilai-nilai dan kemudian mencapai keberhasilan yang di inginkan. Sering kita hadapi dengan realita bahwa banyak yang memiliki keinginan untuk melakukan sesuatu dan kurangnya arah, sehingga membuat kita tidak mengerti apa yang seharusnya dilakukan . Hanya dengan melalui pelatihan, kita dapat diperkenalkan untuk memainkan peran paling penting dalam mencari arah untuk membuat seseorang mencapai apa yang di inginkan. Oleh karena itu kami melihat bahwa kehidupan membuktikan pembinaan menjadi sangat kuat dan jenis pelatihan profesional yang selalu efektif. Dalam pembinaan kehidupan kita dapat melihat betapa cepat hidup telah berubah. Disini dapat menemukan nilai pada berapa sasaran yang dapat capai dalam setiap bidang kehidupan, terutama jika melakukan pekerjaan dengan kejujuran dan ketekunan. […]

Tinggalkan komentar